Pengembangan kearifan lokal masyarakat Betawi, dewasa ini bisa terlihat dari banyaknya pemakaian simbol-simbol di berabgai kantor-kantor pemerintah maupun di pusat-pusat keramaian. Meski demikian, pengunaan simbol  itu dirasa tak cukup untuk membangkitkan peran masyarakat Betawi di ‘rumah’ sendiri.

“Meski dalam praktiknya terdapat pengembangan kearifan lokal, hal ini tidak cukup sebatas simbol yang dapat ditemukan di kantor-kantor pemerintahan, baik dalam bentuk semboyan, pepatah, nyanyian, ataupun perayaan-perayaan yang bersifat seremonial. Jauh dari itu, ke depan orang Betawi harus menguasai ekonomi dan politik tanpa harus melupakan nilai-nilai budaya Betawi, nilai-nilai moral para leluhurnya, dan nilai-nilai kebajika  yang sudah terbangun serta dijaga sebagai bentuk kekayaan orang Betawi sebagai  masyarakat Jakarta,” ujar dr Ashari, saat menjadi pembicara kunci dalam Kuliah daring #2 Gerbang Betawi dengan topik Posisi Masyarakat Betawi: Budaya, Adat, dan Kemasyarakatan”, Rabu (2/12).

Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Gerbang Betawi itu mengatakan, posisi tawar masyarakat Betawi saat ini masih lemah di Jakarta, padahal merupakan masyarakat asli ibukota negara RI ini. Untuk itu, masyarakat Betawi harus meningkatkan posisi tawarnya supaya semakin kuat secara ekonomi dan politik.

Ia menambahkan, secara konstitusi, otonomi telah memberikan ruang bagi masyarakat Betawi untuk berinteraksi secara ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Namun sayangnya, peluang ini belum maksimal dimanfaatkan oleh masyarakat Betawi sendiri.

Beky Mardani, Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) menambahkan,  masyarakat Betawi dengan nilai-nilai budayanya mampu menjadi perekat semua budaya di Jakarta. Fakta hari ini orang Betawi mengalami penurunan populasi sekitar 27 persen sehingga masyarakat Betawi yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya mencapai 20 persen. Dengan data itu, orang Betawi harus melakukan penetrasi lebih masif di Jakarta.

“Kurangnya orang Betawi mengisi  jabatan-jabatan publik  juga membuat kepentingan kaum Betawi kian melemah, sehingga makin sulit untuk orang Betawi mempengaruhi kebijakan yang berpihak pada  Betawi,” katanya.

Terkait keorganisasian, Bang Beky sangat mengapresiasi lahirnya organisasi Gerbang Betawi yang diprakarsai oleh kalangan intelektual  dan kampus. Disarankan Gerbang Betawi ini memiliki ciri khas sebagai kekuatan ekonomi dan politik orang Betawi.

Dalam kesempatan sama, Prof Agus Suradika, anggota Dewan Pakar Gerbang Betawi, berharap agar Gerbang mampu melakukan metamorfosa budaya sebagai kekuatan ekonomi. Misalnya, secara konkret, Gerbang harus mampu menciptakan sentra-sentra oleh-oleh Betawi yang dapat mengubah kekuatan budaya menjadi kekuatan ekonomi.

“Dari Gerbang, diharapkan dapat melahirkan enterpreneur-enterpreneur muda Betawi,” ucapnya.

Menurut Prof Agus Suradika, Gerbang sebaiknya fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia Betawi. Kalay sumber daya manusia Betawi maju, terutama ekonomi yang harus dikembangkan, maka secara otomatis budaya akan berkembang. Budaya perlu ditopang oleh ekonomi.

Organisasi masyarakat Betawi yang cukup banyak jumlahnya, sekitar 100, juga menjadi hambatan untuk menciptakan kekuatan ekonomi Betawi. Karena mencerminkan keterbelahan masyarakat Betawi di Jakarta.

Kuliah daring oleh Gerbang Betawi  digelar secara rutin  setiap bulan. Saat ini kuliah ini masuk seri kedua dengan menampilkan para tokoh intelektual dan kampus Betawi.

By BangBul

betawipedia.com adalah situs informasi mengenai segala hal tentang Betawi. Mencakup aktivtas warga betawi, seni, budaya dan sejarah Betawi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *