batik betawi

BETAWIPEDIA.  Warna yang digunakan cenderung benderang. Kelir warna-warni yang ‘berani’ memang menjadi salahsatu ciri khas batik Betawi. Ada dasaran merah dengan corak kombinasi hijau. Ada pula yang diberikan dengan warna saling ‘bertabrakan’.

Motifnya? Batik Betawi seperti juga kehidupan masyarakat Betawi; egaliter tanpa mengenal strata. Kalau di Jawa misalnya, dahulu motif parang hanya untuk kalangan kerajaan. Tak demikian dengan motif-motif yang disematkan pada batik Betawi. Kata lain, motif tidak mencirikan strata tertentu dalam masyarakat Betawi.

Seperti dikutip dari laman GERBANG JAKARTA, aneka motif Batik Betawi antara lain, Dododio, Mak Ronda, Rasamala, Nusa Kalapa, Lereng, Ondel-Ondel, Pesalo, Salakanagara, Albetawi, Kodangdia, Langgara, Warakas, flora fauna asli Betawi, Daun Tarum, Nderep, Kampung Marunda, Ngeluku (Bajak Sawah), Ngelancong/Bedemenan, Nandur, Burung Hong, Numbuk Padi, Baritan, Sulur Jawara, Ronggeng Uribang, Galur Ondel-Ondel, Kuntul Blekok, Payung Cokek, Ulung-Ulung, Bondol Biru, dan lain-lain. Di antara banyak motif batik Betawi, motif tumpal merupakan salah satu yang sangat identik dengan orang Betawi.

Nembok

Lantas bagaimana muasal Batik Betawi ini? Seperti termaktub dalam buku Batik Betawi Koleksi Hartono Sumarsono terbitan Kepustakaan Populer Gramedia (2017) disebutkan, bahwa sebagai salah satu pelabuhan utama di Nusantara, sejak berabad-abad silam Jakarta sudah kedatangan banya suku dan bangsa uang berinteraksi dan berbaur membentuk sebuah belanga peleburan (melting pot). Hal ini juga mempengaruhi perkembangan mode berpakaian di Tanah Betawi.

Salahsatu yang terlihat pada motif batik adalah adanya motif garuda dari Solo-Yogya, motif buketan dari Pekalongan, motif pasung/pucuk rebung dari Cirebon dan Lasem, gaya materos dari Banyumas, dan juga ciri-ciri batik Garut, Tasikmalaya, dan juga Ciamis.

Berkembangnya industri Batik ini diperkirakan terjadi pada akhir abad ke-19. Dalam buku itu juga disebutkan, bahwa di daerah Bendungan Hilir dan Bendungan Udik (sekarang jalan Jenderal Sudirman, Jakarta), ada pengusaha pribumi yang memproduksi batik.

Selain pribumi, orang Tionghoa juga mengembangkan usaha batik di wilayah Karet Tengsin, Karet Kebon Pala, Karet Pedurenen, dan Palmerah. Karena permintaan pasar akan batik mengalami kenaikan yang pesat, maka pengusaha batik yang pada masa itu, banyak pula yang mendatangkan perajin dari Pekalongan dan Solo, Jawa Tengah.

Usaha ini masih berjalan baik pada tahun 1970-an. Seperti dikisahkan Mpok Mijot, warga Pondok Labu, Jakarta Selatan. Perempuan yang kini berusia lebih dari 75 tahun itu, dulunya juga salahsatu perajin batik yang dipekerjakan pengusaha Tionghoa di daerah Karet Tengsin.

“Dulu istilahnya ‘nembok’. Batiknya dicap bukan ditulis. Itu untuk batik yang murah. Kalau yang mahal masih pakai batik tulis,” ujarnya.

Seiring berjalannya waktu, minat konsumen terhadap batik Betawi menyurut. Mpok Mijot menceritakan, aktivitas ‘nembok’ perlahan-lahan tak dilakoninya lagi. Tauke pemilik rumah batik, beralih dagangan seiring menurunnya permintaan.

Ikon Budaya Betawi

Batik Betawi, belakangan ini kembali menggeliat. Bermacam aktivitas kebetawian, disinyalir juga menjadi salahsatu sebab batik Betawi kembali dilirik. Dalam ajang pemilihan Abang-None Betawi misalnya. Ada aktivitas para konstestan yang mengenakan seragam batik Betawi.

Perlahan tapi pasti, geliatnya kini semakin terasakan dengan hadirnya Yayasan Keluarga Batik Betawi. Yayasan ini merupakan sekumpulan beberapa pengrajin batik Betawi yang tesebar di berbagai kawasan di Jakarta dan Bekasi. Beberapa di antaranya adalah Batik Gandaria, Terogong, Kebon Bawang, dan Seraci Batik Betawi (Bekasi). 

Dalam perkembangannya, batik Betawi makin mengokohkan posisinya, setelah pada 2017 Gubernur DKI Jakarta menetapkan batik Betawi sebagai salah satu ikon budaya Betawi. Dalam Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2017 tercantum, batik Betawi yang menjadi ikon Betawi adalah kain panjang dan kain sarung yang motifnya dikerjakan dengan tulis dan cap. Bahan kainnya berupa sutera, prima, primis, dan dobi.

Atas kebijakan itu, geliat batik Betawi semakin berkembang. Kini peminat batik Betawi bisa mendapatkan dengan rentang harga Rp 100.000 – Rp 250.000 untuk batik cap dan untuk batik tulis mencapai Rp 600.000 hingga jutaan rupiah.

Foto: RSadeli-GerbangJakarta

By BangBul

betawipedia.com adalah situs informasi mengenai segala hal tentang Betawi. Mencakup aktivtas warga betawi, seni, budaya dan sejarah Betawi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *