Ketukan tangan Endang Ramdan pada kendang lincah mengalun selama 13 detik pertama. Disusul kemudian, betotan bas Indro Hardjodikoro masuk menimpali ketukan kendang hingga 2 menit 37 detik musik berakhir. Endang dan Indro berduet. Keduanya saling timpal menginstrumentasi lagu “Nangke Lande” ciptaan Benyamin Sueb yang menjadi Original Sound Track film “Ratu Amplop” (1974).
Ketukan bertautan dengan betotan, hasil aransemen Indro membawa suasana jenaka. Beat yang cepat silih berganti seolah Benyamin ‘mendendangkan’ lirik dalam lagu yang asli.
Lagu yang judul aslinya “Jande Tue” booming hingga ke Negeri Tetangga. Situs Historia.id yang mewawancarai Connie Sutedja (berperan sebagai janda tue) menceritakan, bagaimana lagu ini kemudian ikut meledak lantaran film yang juga dibintangi Ratmi B29 itu, diputar terus menerus selama sebulan lebih di bioskop-bioskop Negeri Jiran.
Nangke Lande yang diciptakannya, masuk dalam Album “Benyamin on Jazz: Tribute to Legend” yang diluncurkan bersamaan dengan perhelatan JavaJazz di Kemayoran, Jakarta pada tahun 2012. Ada 12 lagu pilihan yang diaransemen ulang dengan irama jazz. Bagi penggemar lagu-lagu Benyamin Sueb ‘klasik’ tentu saja tidak semua bisa merasakan ‘nikmatnya’ musik jazz. Tapi bolehlah coba sesekali dengarkan lagu-lagunya yang digubah dengan penuh improvisasi sekaligus membawa ‘lagu rakyat’ menginspirasi para musisi musik jazz yang rata-rata ‘susah dicerna.’
Dalam lagu pembuka, Soundshine Feat R2 Rhythm (Ringga Mahardika dan Rizky Separev) yang membawakan lagu “Paling Enak” terselip kata-kata pemujaan terhadap Seniman Betawi ini. “Bang Ben, aye ngefans sama Abang,” kata salahsatu vokalis R2 dengan irama ngerap. Kemudian vokalis Adrian Soemantadiredja melantunkan lirik lagu itu disusul kemudian Avia Athalia menimpali. Pada menit ke 1,30 duo rap kembali menyanikan lirik-lirik diiringi tiupan saxophone Yudha Gautama Putra.
Di lagu ke delapan, giliran Yessi Kristianto Project melantunkan lagu “Superman”. Inilah lagu yang rasanya memberi pengukuhan bahwa Benyamin sebagai musisi jenius. Bagaimana tidak, lirik-liriknya menggabungkan antara bahasa Indonesia dengan Bahasa Inggris yang nyambung. Coba simak
Run, run, runaway 2x
Do you know who am I
I am the Superman babe
I dont like capcay but I like permen only
Flying to the sky, looking for layangan putus
I dont like petai bau sih
But I like asinan seger
When I fall into comberan
My face rotten and blebotan
But when I nyangsang di tiang jemuran
Never mind because I can gelantungan
Yeah. yeah. yeah.
Aslinya lagu ini dinyanyikan Benyamin dengan iringan musik R&B/soul. Beat cepat dan sesekali terdengar celetukan-celetukan nakal khas pemilik ‘hidung jambu’ ini. Tetapi dalam album jazz ini, aransemen apik dilakukan Yessi Kristianto yang menyerahkan vocal pada Albert Fakdawer. Hasilnya? Cocok pula lirik-lirik itu dinyanyikan dalam irama jazz.
Benyamin memang seniman multitalenta. Rasanya tak ada kesenian yang tidak dikuasainya. Sejak kecil hidupnya sudah akrab dengan dunia kesenian. Banyak pula yang sudah mengungkap hidup “penyambung lidah” masyarakat Betawi ini. Buku Kompor Mleduk (2007) mengisahkan, bagaimana Benyamin yang berayah Sukirman (kemudian menjadi Sueb) ini mengembangkan bakat seninya.
Segala genre lagu ia kuasai. Mulai pop, dangdut, blues, rock tradisional hingga jazz. Ia akrab pula dengan berbagai musisi nasional dengan aliran-aliran tersebut. Suatu kali, dalam film “Si Doel Anak Modern’ (1976), yang menurut data Persatuan Film Nasional sebagai film terlaris ke-5 dengan jumlah penonton 92.251, Benyamin beradu akting plus nyanyi dengan Ahmad Albar (pendiri grup musik God Bless) dengan membawakan lagu rock.
Jauh sebelum itu, saat masih bermain musik di grup Melodi Ria, ia sempat pula bermain musik dengan tokoh jazz kenamaan Indonesia, Jack Lesmana. Dalam lagu-lagu tradisional, pernah pula ia berdendang dengan bermacam artis. Mulai Titiek Puspa, hingga yang terkenal kemudian adalah Ida Royani. Kisah suksesnya membawa Gambang Kromong menjadi musik yang terkenal seantero negeri bersama Ida Royani tak sulit dicari. Lelaki kelahiran Kemayoran Jakarta Pusat ini memang kemudian dikenal sebagai pembawa musik ‘Gambang Kromong Progressive’. Unsur-unsur musik modern masuk dalam lagu-lagunya. Setidaknya lebih dari 50 lagu yang ia ciptakan dan nyanyikan. Lagunya ada yang serius ada pula yang santai.
Tidak salah bila Benyamin dianggap ikon seniman Betawi sekaligus seniman besar Indonesia yang masih terus menginspirasi para musisi hingga kini. Album Benyamin on Jazz ini salahsatu bukti. Mereka yang terlibat di album ini rata-rata belum lahir jauh setelah Benyamin meraih berbagai penghargaan nasional. Seperti Indra Aryadi, penggagas proyek album ini misalnya. Komposer sekaligus gitaris ini adalah lelaki kelahiran 1978. Pada tahun itu, Benyamin sudah menjadi penyanyi sekaligus aktor peraih Piala Citra (1973 dalam film Intan Berduri dan tahun 1975 dalam film Si Doel Anak Modern).
Bahkan, seperti pada awal tulisan, Endang Ramdan yang mengiringi Indro pun belum lahir ketika lagu Nangke Lande meledak di pasaran. Penggebuk gendang ini dilahirkan di Bandung tahun 1977, tiga tahun setelah lagu itu populer. Saat Endang lahir, Benyamin sudah berumur 38 tahun. Andai Benyamin masih ada, tepat hari ini 5 Maret ia akan berusia 82 tahun. Bisa jadi ia akan tertawa gembira mendengarkan ‘keplakan’ kendang Endang dan betotan bas Indro Harjodikoro yang membawakan Nangke Lande dengan beat cepat itu.