Rawa Belong, Riwayatmu Kini

Rawa Belong, Riwayatmu Kini

Diskusi Publik Rawa Belong-Walhi-Walhi

"In kampong Petamboeran is eenige dagen geleden een groote beweging ontataan tusschen inlanders en chineezen, waarbij zeer zeker moord en doodalag zouden gepleegd zijn, zoo de kontroleur van Rawabelong niet toevallig voorbij die plaats ware gareden en de belhames niewt dadelijk had doen inrekenen/Beberapa hari yang lalu terjadi pergerakan besar-besaran antara pribumi dan Tionghoa di Kampong Petamboeran, yang mana pembunuhan dan kematian pasti terjadi jika saja penguasa Rawabelong tidak sengaja melewati tempat itu dan segera menangkap Belham" (Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 04-04-1883)


Nama Rawabelong sudah disebutkan tahun 1883-Java Bode-Delpher
Java Bode-Java Bode-Delpher

Penggalan pada koran  Java-bode 1883 sudah menyebutkan nama Rawa Belong yang tak jauh dari Petamburan. Koran yang terbit di Batavia itu, memuat artikel mengenai pertikaian antara kaum Cina dengan Pribumi yang kemudian berhasil diredam oleh penguasa Rawa Belong. 

Rawa Belong, masa itu, disinyalir masih rimbun dengan berbagai pepohonan maupun daerah subut untuk pertanian padi. Lokasinya bisa dibilang jauh dari pusat kota yang berada di wilayah yang kini disebut sebagai Jakarta Kota. 

Daerah subur pertanian ini digambarkan Koran Java Bode terbitan 8 April 1891. Dalam artikel satu paragraf yang tercetak di koran itu menceritakan mengenai peristiwa seorang petani yang terpaksa memutus jarinya lantaran dipatuk ular di sawah. 


Java Bode-Java Bode-Delpher

"Een inlander die gisteren in de sawah's van Rawabelong door een vergiftige slang in den linkerwijsvinger werd gebetan, had de onversaagdheid dien vinger inmiddellijk afterkappen, waarna hij de wond event liet bloeden, er toen gekaude sirihbladeren oplegde en haar daar na met een stuk van zijn baadje verbond. Onze berichtgever weet niet hoe die heelkundige behandeling is afgeloopen/ Seorang warga asli yang jari telunjuk kirinya digigit ular berbisa kemarin di sawah Rawa Belong, memberanikan diri untuk segera memotong jari tersebut, setelah itu ia membiarkan lukanya mengeluarkan darah, lalu menempelkan daun sirih yang sudah dikunyah di atasnya, lalu menutupinya dengan sebagian dari ikatan buruknya. Reporter kami tidak tahu bagaimana perawatan bedah itu berakhir." (Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie:08-04-1891)

Anggrek

Kedua artikel koran lawas itu menegaskan jika Rawa Belong yang sejak zaman kolonial, berada di luar pusat pemerintahan, merupakan daerah yang asri. Bahkan selepas Indonesia merdeka, Rawa Belong masih menjadi daerah yang hijau.


Cingkrik PS3 Rawa Belong-Walhi-Walhi

“Dulu di sini banyak petani anggrek, termasuk orang tua saya. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi petani anggrek di Rawa Belong,” ujar H Een Supandi, Penasihat PS Cingkrik S3 Rawa Belong saat diskusi publik bertajuk “Orang Betawi Rawa Belong dalam Pelestarian Budaya dan Lingkungan Hidup" di Teras Roesdiah, Rawa Belong, Jakarta Barat, Sabtu (24/8) seperti dikutip Getpost.id.

Ia menceritakan, pada masa silam, orang Betawi Rawa Belong masih memiliki kebun  luas. Di kebun itu ditanami aneka pepohonan, seperti jambu, rambutan, mangga hingga tanaman obat semisal daun segugu, sirih dan saga. 

Haji Bachtiar, pemilik Sanggar Si Pitung yang didapuk sebagai salah satu pembicara dalam diskusi publik tersebut, menambahkan ciri khas Rawa Belong sebagai daerah pertanian, masa kini seperti hilang di telan bumi.

"Antara lain petani anggrek dan beberapa pohon besar yang tumbuh asri di zaman dulu, seperi duren, bacang, kecapi, yang menjadikan kampung Rawa Belong adem dan sejuk. Semua itu  hilang karena tuntutan ekonomi dan zaman, karena sekarang ini lahan kebanyakan sudah dipakai untuk kegiatan bisnis, sepeti pertokoan, kantor, kos, bahkan kampus,” ungkapnya.

Berubahnya wajah Rawa Belong, juga merupakan salah satu dampak pesatnya pertumbuhan Jakarta, membawa konsekuensi terhadap bertumbuhnya hunian maupun ruang usaha. Alhasil, seperti daerah pertanian lain, kini Rawa Belong disesaki oleh "batang" beton yang menggeser kearifan lokal di sana. 

Direktur Eksekutif Walhi Nasional Zenzi Suhadi menyoroti, rusaknya daerah-daerah hijau di Jakarta, merupakan kesalahan besar pemerintah Indonesia. Dalam 79 tahun membangun Jakarta, sebagai Ibukota negara, banyak menyingkirkan masyarakat Betawi.

"Pemerintah harus minta maaf kepada masyarakat Betawi yang telah berkorban banyak bagi republik ini dengan menyerahkan Jakarta,” jelas Zenzi pada acara sama.

“Rawa Belong bukan sekadar lokasi diskusi, tapi juga bagian penting dari identitas Betawi. Mari kita jaga dan lestarikan bumi kita, agar generasi mendatang dapat merasakan keindahan dan makna dari tempat ini,” ujar  Roni Adi dari komunitas Betawi Kita yang hadir pada diskusi tersebut.

Diskusi Publik: Pulihkan Jakarta edisi Rawa Belong, Jakarta Barat, mendapat dukungan komunitas masyarakat Betawi dan peduli lingkungan hidup. Seperti Betawi Kita, Padepokan Ciliwung Condet, Rumah Kreatif Condet, Sanggar Si Pitung Rawa Belong, PS Cingkrik S3 Rawa Belong, dan lain-lain.

Turut hadir dan membagikan gagasannya; Bang Lantur, aktivis lingkungan hidup Betawi yang mengelola Padepokan Ciliwing Condet, Isfandri Mahbub Djunaidi (Wakil Sekretaris Jenderal PBNU),   Roni Adi (Betawi Kita), Untung P Napis (Rumah Kreatif Condet), Syahroni Fadhil (Walhi Jakarta), dan beberapa mahasiswa dari Pemuda Muhammadiyah Jakarta Pusat. 

 

Sumber: getpost.id